Gesang adalah sosok yang sederhana, ramah dan tekun. Hidup sederhana tetapi nikmat dan bahagia, itulah semboyan hidup Gesang Martohartono dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hidupnya sebelum beliau meninggal, beliau hanya ingin meninggalkan warisan yang berharga bagi yang ditinggalkan. Sebagai seniman yang telah berumur tua ia juga merasa bahwa semua pasti akan kembali menghadap Tuhan Yang Maha Memiliki Segala-galanya ( Utomo, 1986 : 60 ).
Dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 16 Mei 2008, sesekali beliau bercerita tentang bagaimana beliau menjalani hidup. Banyak pengalaman yang telah diperolehnya, khususnya dalam bidang musik keroncong. Karya-karyanya membuatnya begitu di kenal di Indonesia, bahkan sampai di negara-negara lain. Beliau juga tidak pernah menyangka jika lagu-lagu yang diciptakannya bisa menjadi sangat dikenal oleh banyak kalangan, bahkan sampai ke luar negeri. Ia mengungkapkan bahwa ia hanya selalu menciptakan karyanya dengan jujur, tulus, sesuai dengan perasaannya dan sesuai dengan apa yang ingin diungkapkannya. Seperti layaknya orang tua pada umumnya di dalam suasana wawancara dan obrolan beliau seringkali memberikan petuah-petuah yang sarat dengan makna. Petuah-petuah itu merupakan cerminan dari sebuah pengalamannya selama menjalani hidup.
Beliau juga menceritakan bahwa di dalam menjalani hidup manusia haruslah sabar dan tenang, tidak perlu menanggapi masalah dengan penuh rasa marah. Menurut Pak Gesang, manusia yang terlalu banyak marah hanyalah akan merusak jiwa dan membuat batin menjadi tidak tenang. Menurut Pak Gesang, rasa ikhlas dan mau menerima cobaan dalam keadaan apapun adalah cara agar bisa menjalani hidup ini dengan perasaan tenang dan tentram. Baginya ketenangan batin sangat penting bagi hidup ini, menjadi manusia yang ”nrima” (mau menerima keadaan dengan ikhlas) membuat hidupnya terasa damai. Menjadi manusia haruslah ikhlas dalam menjalani hidup, karena kita semua juga pasti akan kembali pada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pencipta. Keikhlasaan Gesang untuk tetap loyal menerima pilihannya menjadi seorang seniman membuat hari tuanya kini menjadi lebih baik. Gesang kini bisa menikmati hasil jerih payahnya dalam bidang seni musik keroncong, karena karya-karyanya kini bisa lebih dihargai secara materi daripada pada masa dahulu.
C. Kreativitas Gesang Martohartono
Gesang tergolong seniman yang mau belajar dengan sungguh-sungguh. Ketika awal mula ia bergabung dengan perkumpulan MARKO, ia selalu mau belajar pada penyanyi keroncong yang senior yang telah lebih berpengalaman. Di dalam perkumpulan Marko, ia belajar menyanyikan lagu-lagu keroncong klasik atau kuno. Ia terus berlatih agar cepat bisa fasih membawakan lagu-lagu keroncong tersebut, karena disetiap acara pergelaran musik keroncong atau pentas-pentas musik keroncong yang ada di radio, lagu-lagu keroncong kuno tersebut seperti menjadi hal yang wajib yang harus bisa dinyanyikan karena begitu digemari oleh para penikmat musik keroncong pada waktu itu.
Di dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis, beliau bercerita bahwa ia mampu menyanyikan dan menghafalkan syair-syair dalam lagu keroncong kuno tersebut dengan waktu yang relatif cepat. Kemudian dalam waktu yang tidak begitu lama lagu-lagu keroncong tersebut mampu ia kuasai. Itu terjadi karena ada keinginan yang kuat di dalam dirinya untuk menjadi seorang penyanyi keroncong. Untuk itu ia selalu berlatih dengan sungguh-sungguh untuk bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Setelah ia mampu membawakan lagu-lagu keroncong kuno dan lagu-lagu keroncong yang sedang digemari saat itu, Gesang kemudian rajin mengikuti acara-acara pergelaran musik keroncong bersama perkumpulannya ataupun dia seringkali mengikuti acara itu secara pribadi. Saat itu bernyanyi di acara pergelaran musik keroncong adalah sebuah jalan yang sangat penting bagi dirinya, agar dirinya cepat dikenal sabagai seorang penyanyi keroncong. Terlebih jika ia mendapat kesempatan untuk bisa bernyanyi di radio, ini menjadi sebuah kesempatan yang sangat baik agar dirinya cepat dikenal di kalangan penggemar musik keroncong.
Menurut ceritanya kepada penulis, karena seringnya membawakan lagu-lagu keroncong membuat Gesang berpikir tentang lagu-lagu tersebut. Gesang kemudian mulai berpikir dan bertanya di dalam hati tentang bagaimana lagu tersebut bisa tercipta, bagaimana para penciptanya bisa menciptakan lagu-lagu tersebut, dan kenapa mereka bisa menciptkan lagu-lagu tersebut. Pikiran seperti itu membuat Gesang menjadi penasaran dan mulai berpikir apakah ia mampu untuk menciptakan lagu-lagu seperti halnya mereka. Ia bepikir, jika orang lain bisa menciptakan lagu-lagu tersebut berarti mungkin dirinyapun juga bisa menciptakan lagu. Rasa penasaran tersebut, membuat ia mencoba untuk menciptakan lagu. Ia terus mencoba untuk menciptakan lagu dan akhirnya diapun mampu menciptakan lagu. Selanjutnya di saat ia bernyanyi di berbagai acara, selain membawakan lagu ciptaan orang lain gesang juga selalu menyanyikan lagu ciptaannya.
Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1960 Gesang sibuk bekerja untuk mencari nafkah untuk rumah tangganya. Menurutnya sebagai seseorang yang berjiwa seni dan bercita-cita untuk menjadi pencipta lagu sekaligus penyanyi, ia juga harus mencari nafkah agar kebutuhan hidupnya terpenuhi. Menurutnya tentunya pikirannya tidak akan bisa cemerlang jika keadaan rumah tangganya mengalami kekurangan. Bagi Gesang pikiran yang kurang cemerlang dan kurang jernih akan sangat mempengaruhi kreativitasnya dalam menciptakan lagu. Pikiran yang kurang cemerlang, membuatnya sulit untuk menciptakan lagu yang baru. Gesang mengatakan bahwa kepentingan makan, minum serta kebutuhan lain yang pokok, tentu tidak biasa secara serta merta dikalahkan dengan kegiatan mencipta lagu yang jika sedang timbul ide membutuhkan ketenangan serta waktu yang cukup longgar. Itulah yang menyebabkan Gesang selama 10 tahun mulai dari tahun 1950-1960 tidak menciptakan lagu sama sekali (Utomo, 1986 : 49).
Dalam menciptakan lagu-lagunya Gesang membutuhkan waktu yang cukup lama. Dia bukan tipe pencipta lagu yang menciptakan lagunya secara cepat dan dalam waktu yang singkat. Karena harus bekerja dan aktivitasnya yang lain selain bernyanyi, ia butuh waktu senggang dan waktu tertentu untuk menciptakan lagu-lagunya. Dalam proses penciptaan lagunya membutuhkan aktu yang tidak sedikit, terkadang sampai berbulan-bulan. Itu terjadi karena terkadang Gesang tidak sekali jadi di dalam menciptakan lagunya. Ia harus berusaha mencari nada dan syair yang sesuai dengan keinginan hatinya, jika terasa belum mantap untuk menjadi sebuah lagu yang didinginkannya ia harus merubahnya kembali agar sesuai dengan apa yang diinginkannya. Jarak waktu terciptanya lagu antara yang satu dengan yang lain pun memiliki jeda yang cukup lama, sehingga dalam kurun waktu yang lama sampai sekarang ini ia mengakui hanya menciptakan sebanyak 50 lagu.
Melalui sumber dari salah satu situs di internet disebutkan (Catatan ntuk Sang Maestro, http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/08/catatan-untuk-sang-maestro.html, Last update 28 Agustus 2007, di akses pada tanggal 20 Maret 2008), pertama kali Gesang menggubah lagu adalah pada tahun 1934. Ketika usianya belum genap 20 tahun. Saat itu ia telah menghasilkan lagu yang berjudul "Si Piatu". Sebuah lagu yang diilhami kisah hidupnya, karena sejak usia lima tahun dia telah ditinggal ibundanya, Sumidah. 14 tahun kemudian saat Gesang muda hidup bersama ibu tirinya, Sumirah, sejak itu pula ia telah bergabung dengan grup musik keroncong MARKO, melantunkan lagu "Si Piatu" lewat Radio SRV (Solosche Radio Vereeniging). Karya lagu itu menjadi tonggak kesenimanan Gesang sebagai seorang komponis yang karyanya mendapat pengakuan dunia.
Dalam meniti perjalanan berkesenian musik keroncong, Gesang lebih banyak sebagai penyanyi. Dia sering menyatakan dirinya bukanlah seorang musisi, karena tidak terampil memainkan alat musik. Kalaupun dia mahir mencipta lagu, itu hanya sebatas dengan bantuan alat musik sederhana, seperti seruling dan gitar akustik. Itu sebabnya, nada-nada ciptaan Gesang yang puitis selalu terkesan sesederhana dan polos.
Sebagai komponis lagu-lagu keroncong yang bermutu tingi, Gesang tidak tergolong sebagai pencipta yang produktif. Selama tahun 1938, Gesang tercatat hanya menghasilkan lagu “Si Piatu”. Dalam buku biografi Gesang Mengalir Sampai Jauh yang diterbitkan Balai Pustaka (1999), selama tahun 1939 Gesang juga hanya berhasil menggubah dua lagu berjudul “Roda Dunia” dan “Suasana Desa”. Lagu “Bengawan Solo” yang legendaris itu, juga merupakan lagu satu-satunya yang dia ciptakan pada tahun 1940, selain lagu “Sebelum Aku Mati”, yang berhasil ditulisnya pada tahun 1963. (diambil dari hasil penelitian dan wawancara penulis dengan Gesang, Mei 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar